Sabtu, Juli 4

Girl In a Blue Veil


Gue mau bagi-bagi cerita, entah ini curhat atau emang sekadar gue mau melekatkan lebih dalam ke memori gue; salah satu scene yang ngebekas ketika gue di arab.

Inget banget waktu itu hari selasa. Sholat Isya di lantai 2 Masjidil Haram.
Kacau.
Gue lagi nungguin adzan isya sambil bengong-bengong. Di depan gue ada seorang anak perempuan yang diliat dari mukanya mungkin kalo disini kelas 2 atau 3 smp lah. Cantik kayak kebanyakn orang timur tengah. Dia Lagi duduk sambil mainin bibirnya, tapi pandangannya kosong, tebakan gue nih anak emang punya ekspresi datar dari sononya. Tiba-tiba dateng perempuan bercadar terus duduk di sebelahnya. Sewaktu perempuan itu ngeliat si anak ini, dia kayak kaget tapi seneng. Gue denger dia ngomong 'Masyaa Allah' dengan intonasi excited terus dia ngajak ngomong si anak. Tahukah apa yang terjadi? Gue berusaha mendengarkan obrolan mereka, tapi gue kayak menonton adegan yang aneh. Kata-kata yang keluar dari mulut anak berkerudung biru itu sungguh susah didengar, kadang hanya dengung suara doang yang keluar. Padahal kedua tangannya dengan semangat ikut bergerak menginterpretasikan kata-kata yang tak terucap.

Ketika takbiratul ikhram. Nyokapnya ngebantu dia untuk berdiri (well bentuk kakinya yang absurd membuat dia berdiri pun susah). Dengan terantuk-antuk akhirnya si anak berdiri. Terus sang ibu menepuk 3 kali punggung anaknya dengan perlahan, bahasa tubuhnya kayak pengen ngomong: "tabah nak.. ayo kita solat, Allah menunggu kita"
Dan ketika sempurna berdiri, si anak berkerudung biru ini malah menepuk balik 3 kali punggung ibunya. Seandainya dia bisa ngomong, mungkin dia akan bilang: "bu, yang harusnya tabah itu ibu, aku sudah banyak ngerepotin.." lalu dia mengalungkan lengannya ke leher ibunya dan menarik ke arahnya sambil mencium pipi ibunya.

Kacau.
Gue tiba-tiba pengen nangis. Udah gue tahan sebisa mungkin biar gak nangis, tapi susah banget. Belum juga Al-Fatihah selesai dibacain, gue udah berurai air mata. Dada gue sesak. Ngomong aamiin aja gue gak sanggup. Ya Allah. Konsentrasi gue buyar. di pikiran gue cuma terngiang satu kalimat Allah yang berbunyi: "Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan" ar-rahman:25

Kacau.
Ini solat isya paling ter-gak khusyu selama di tanah haram. Cuma dengan secuil peristiwa yang terjadi di depan mata, sadarlah gue bahwa Allah emang pengen menunjukkan betapa tidak bersyukurnya gue. Apasih yang gue gak punya? orang tua yang baik, temen banyak, sahabat yang selalu ada, rumah yang layak, dan yang paling penting: jasmani yang sehat dan sempurna, semua gue punya. Satu yang gue gak punya, ya rasa bersyukur itu.

Baca al-fatihah pas sujud, baca doa ruku sewaktu duduk tahiyat, semua kacau, pipi gue masih basah, dada gue masih sakit nahan tangis. Dear God, I dont know why I'm crying so hard, but it's true, somewhere something deep inside, You really touch me in my heart.
Selesai solat, kita bertiga berencana langsung ke hotel. Sewaktu gue liat wajah adek gue, sembab, kayaknya dia juga nangis. Ah gue rasanya pengen ngajak ngobrol si perempuan itu. Peduli amat gue gak bisa bahasa arab, toh dia juga tidak berkata-kata dengan bahasa apapun. Gue pengeen banget, walaupun cuma say hi doanglah. Tapi ya gimana, gue mesti balik.. Waktu eyang gue duluan keluar barisan, gue menatap dia lama, seakan pengen merekam wajahnya. Tau-taunya dia menatap gue balik.. Spontan gue senyum, melambaikan tangan ke arah dia dan siap berbalik. Gak gue sangka, dia melambai juga ke gue sambil senyum lebar.. Gue keluar masjidil haram dengan legaa banget, entah kenapa..